Penginapan di Biak Papua


Menginap di Biak- Papua, bagusnya dimana? Jikalau sebelumnya saya memberikan ulasan mengenai hotel Intsia, maka kali ini saya akan memberikan ulasan mengenai Nirmala Beach Hotel.

Jikalau Intsia berada tidak jauh dari Bandara, maka Hotel Nirmala berada cukup jauh.  Dari Bandara ke Kota dan masih terus lagi melewati daerah hutan yang cukup sepi.  Dan itulah yang membuat hotel ini menarik.  Hotel ini berlokasi tepat di pinggir pantai di bagian Biak barat, tenang- tentram.  Saya menginap disini dikarenakan rekomendasi dari seorang teman, dia bilang kalau dari hotel ini kita bisa melihat Sunset. Hanya saja ketika saya menginap disini cuaca lagi mendung jadi matahari tertutup awan.

Bagaimanapun, saya tetap bilang kalau Hotel dengan pantai terbaik di Biak adalah Hotel Nirmala Beach.  Hotel ini memiliki pantai pribadi meski tak terlalu luas.

Ketika saya berbicara pantai, anda jangan membayangkan pantai pasir putih seperti di Senggigi di  Lombok, dimana anda berlari-larian di kejar ombak.  Pantai di Hotel Nirmala, yang juga menjadi icon-nya Biak adalah pantai karang, dalam artian, jikalau anda pencinta snorkeling maka disinilah surganya.  Dari hotel ini anda hanya berjalan kaki beberapa langkah dan thereyou go, nyebur, dan anda akan menemukan berbagai jenis ikan cantik dan anda bisa bergabung dengan mereka untuk berenang dengan riang.

Untuk harga, saya menginap di kamar deluxe, langsung datang, harga yang saya dapat adalah 540,000.  Untuk superior/ standard harga berkisar dari 400an.  Tetapi jikalau anda booking dari website Agoda, anda bisa mendapatkan harga lebih murah.  Saya barusan periksa di website Agoda, harga 400an ditawarkan di harga 300an.

Jikalau anda naik taxi (mobil) ke sini dari Bandara biayanya adalah sekitar 100 ribu atau mungkin lebih sedikit.  Petugas di bandara bilang kalau ongkos ojek ke hotel Nirmala adalah 20,000. Saya lebihkan 10,000 saya bayar 30,000. Ketika kali ke dua, dari hotel ke kota saya membayar 20,000.  Dalam perjalanan pulang, ngobrol-ngobrol dengan tukang ojek, menurut dia saya membayar kemahalan, karena harga 10,000 dari kota ke hotel Nirmala beach sudah lebih dari pantas. Tukang ojke tersebut yang berkata jujur tersebut tetap saya beri 20,000, imbalan atas kejujurannya.

Kamar hotel saya ada bak mandi lengkap dengan air panas.  Hanya saja airnya sedikit bermasalah. Air berwarna kuning.  Air adalah permasalahan utama di biak.  Biak adalah pulau karang sehingga mendapatkan air tawar sangat susah.

Saya memiliki TV tetapi ketika saya nyalakan tidak ada siaran. Ada kulkas, dan kamar saya bersih dan luas. Yang paling keren, pemandangan dari kamar saya.  Luar biasa.  Dari jendela kamar saya, saya bisa melihat laut biru.  Jikalau saya penulis, mungkin saya sudah menghasilkan banyak karya. Bayangkan, saya memiliki semua hal yang diinginkan penulis.  Ketenangan, pemandangan luar biasa, dua modal ini lebih dari cukup untuk mendapatkan inspirasi dan menuliskannya. Sayang, saya bukan penulis.

Anda sudah pernah ke Biak, pernah menginap di hotel Nirmala juga, jangan segan untuk ikut  nimbrung. Tinggalkan pesan dan kesan anda. Dan tidak usah meninggalkan duit 🙂

Rf

Sepenggal Cerita dari Kalimantan


Tahukah anda kalau dari Kalimantan Barat anda bisa menjelajahi Malaysia (Sabah dan Sarawak) serta Brunei. Saya sendiri belum pernah mencoba rute ini, semoga suatu saat nanti saya bisa mencobanya.  Dari Pontianak, anda bisa naik bis antar bangsa menuju Malaysia dengan waktu tempuh kurang lebih 26 jaman. Nanti dari Malaysia, anda bisa terus ke Brunei Darussalam melalui jalan darat.  Salah seorang teman saya di Kalbar sudah pernah menempuh rute ini.

Untuk ke Malaysia sendiri terdapat 5 pintu perbatasan tetapi hanya ada satu pintu perbatasan resmi, yang bisa memberikan cap pada passport anda.  Konon, untuk penduduk Kalimantan terutama yang memiliki KTP di daerah perbatasan, bisa melintas ke Sarawak atau Sabah tanpa harus menggunakan passport.  Tetapi tentu saja perginya ngga bisa jauh-jauh, hanya untuk daerah Malaysia yang dekat dengan perbatasan.   Di perbatasan barat ini juga banyak ditemukan para penyalur TKI ilegal.  Di perbatasan anda akan menemui banyak ‘perantara’ yang menawarkan jasanya, anda cukup membayar sejumlah yang diminta dan semua keperluan bekerja di Malaysia akan disediakan, cepat, ngga pakai lama.  Tentunya jalur ini bukan jalur legal.

Pintu masuk Indonesia- Malaysia melalui kalbar yang populer adalah melalui Putussibau.  Dari Pontinak ke Putussibau membutuhkan kurang lebih 12 jam perjalanan. Itupun dengan catatan kondisi jalan normal, tidak turun hujan.  Jika anda datang pas saat turun hujan, maka anda akan berhadapan dengan jalanan berlubang dan berlumpur. Putussibau juga terkenal dengan Taman Nasionalnya dan danau Sentarum.  Disini anda juga bisa menemukan rumah tradisional dayak, namun bangunannya sudah dipadu dengan bangunan modern, sehingga rumah betang (long house)-nya tidak lagi terlihat alami.

Putussibau adalah salah satu kabupaten di Kalimantan yang belum saya singgahi. Padahal saya sangat tertarik untuk berkunjung ke Danau sentarum.  Bagaimanapun seperti kepercayaan penduduk lokal, jika anda sudah pernah minum air sungai Kapuas maka anda akan kembali.  Semoga saja, semoga saya akan kembali lagi ke Kalbar, dan saya akan mengunjungi Danau Sentarum serta Gunung Palung.  Gunung Palung adalah kawasan konservasi yang populer untuk rute trekking dan melihat orang hutan.  Menurut teman saya yang lulusan kehutanyang bekerja di bidang konservasi dan salah seorang polisi hutan yang bepergian dengan saya, Orang hutan susah dijumpai belakangan.  Teman saya tersebut bilang, ketika terjadi kebakaran hutan dan juga karna praktek ilegal logging telah membuat Orang Hutan di Kalbar bermigrasi ke Malaysia.  Hampir sama halnya dengan penduduk Indonesia, Orang Hutan yang bekerwarganegaraan Indonesia lebih memilih untuk mencari penghidupan yang layak di Malaysia.  Teman saya bilang, tidak salah orang hutan jika mereka pindah ke Malaysia, karena hutan di Malaysia sangat terjaga dan masih rimbun, orang hutan disana mendapat makanan yang cukup.

Dengan kepindahan orang hutan ini, malaysia semakin sukses menjual eco tourism-nya. Dan tak jarang, orang Indonesia yang tinggal di perkotaan, seperti di Jakarta, malah terbang ke Borneo (Malaysia) untuk melihat dan memberi makan orang hutan.  Malaysia juga tidak berhenti hingga disana, beberapa penenun-penenun handal di Kalimantan, juga diundang untuk bekerja disana, atau menerima pesanan tenunan dengan motif Malaysia, dan dijual di Malaysia sebagai produk malaysia yang bernilai jual tinggi.  Teman saya juga bilang, bahkan banyak juga penenun yang bekerja di Brunei Darussalam, karena negara tersebut bisa memberi harga yang lebih baik bagi karya mereka.  Hal inilah yang membuat negara kita tercinta ini semakin tertinggal. Dan kita hanya berteriak, ketika melihat keberhasilan dari negara tetangga kita tersebut.  Padahal pemerintah bisa bertindak lebih awal, dengan memberikan apresiasi yang lebih baik bagi penenen dan pengrajin tradisional kita.

Pantai Pasir Putih Papua Barat


Jika sebelumnya saya menulis mengenai pantai pasir putih lampuuk, Aceh. Maka kali ini saya akan menulis sedikit mengenai pantai pasir putih di Papua Barat.  Manokwari adalah ibu kota Papua Barat.  Jika kita berbicara mengenai papua barat maka otomatis raja ampat akan langsung muncul dalam fikiran kita.  Raja Ampat adalah salah satu spot diving terbaik di Dunia.  Selain Raja Ampat, tempat wisata unggulan lainnya di Papua Barat adalah Pulau Mansinam.  Pulau Mansinam adalah tempat masuknya injil pertama kali di Papua.  Saya sempat berencana untuk mampir ke pulau ini tetapi tidak jadi karena angin sedang kencang dan kapal kecil menuju ke pulau mansinam batal berangkat.
Saya belum pernah berkunjung ke Raja Ampat. Diving bukanlah olah raga saya, biayanya tidak terjangkau oleh kantong saya. Di Papua Barat saya hanya sempat mengunjungi Pantai Pasir Putih. Sama halnya pantai pasir Putih Lampuuk, Pantai pasir putih manokwari merupakan pantai kebanggaan penduduk papua barat.  Setiap sore dan juga disaat weekend pantai ini ramai dikunjungi oleh keluarga.  Mereka akan berenang, dan membakar ikan di pinggir pantai dan makan lahap bersama dengan keluarga. Pantai ini bisa dicapai dengan kendaraan umum, tidak terlalu jauh dari pusat kota.
Saya kesana dengan menyewa ojek, saya membayar 50 ribu dari hotel ke pantai pasir putih pulang pergi, dan berhenti di beberapa tempat yang memiliki pemandangan bagus.  Sebenarnya anda mungkin bisa membayar ojek sebesar 20 ribu PP, saya memberikan uang 50 ribu dikarenakan supir ojeknya yang sopan dan ramah dan juga dia berusaha keras memastikan saya mengunjungi dan memotret beberapa titik dengan pemandangan yang indah.
Perjalan dengan motor memiliki romantikanya sendiri. Saya bisa menyaksikan keluarga berkumpul didepan halaman rumah di sore hari sambil bercanda dan bersantai. Menurut saya cowok asli papua sangat menarik.  Senyumnya manis dan mereka memiliki pesona tersendiri.  Masih banyak tempat wisata menarik lainnya di Papua Barat, hanya saja biaya transportasi kesini dari Jakarta lumayan mahal.

Siti Nurbaya atau Malin Kundang


Apa yang terbayang oleh anda ketika mendengarkan kata Minang Kabau? fikiran anda akan segera membawa anda sebuah negri nan indah bak lukisan, panorama yang memukau, udara yang segar dan makanan yang menggelitik lidah anda. Sekarang kita jarang mendengar nama minang kabau, nama Minang Kabau sudah diganti dengan nama Sumatra Barat sebagai nama sebuah provinsi. Dan orang-orang dari provinsi Sumatra Barat ini sering disebut sebagai “orang padang”. Padahal Padang sendiri adalah nama ibu kota Sumatra Barat, sebutan yang benar untuk merujuk pada orangnya adalah ‘orang minang kabau’. Dulu terdapat istana pagaruyung yang wilayahnya meliputi Sumatra Barat sekarang dan wilayah sekitarnya. Kerajaan ini runtuh pada masa perang padri, dimana raja terakhirnya, Sultan Tangkal Alam Bagagar meninggal pada masa pembuangan pemerintah Hndia Belanda di Batavia pada tahun 1849.

Kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan Melayu, yang berdiri sekitar abad 13, dan mendapat pengaruh Islam pada abad 14. Pengaruh Islam berkembang di abad 16, melalui musafir dan pedagang dari Aceh dan Melaka. Dan pada abad ke 17, kerajaan pagaruyung berubah menjadi kesultanan Islam. Sejak masuknya pengaruh Islam, ajaran adat yang bertentangan dengan ajaran islam mulai dihilangkan, dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan ajaran agama islam. Hal inilah yang menimbulkan perang Padri, perang saudara, yaitu perang antara kaum ulama dan kaum adat. Jika anda tertarik lebih banyak mengenai sejarah minang kabau anda bisa mencari buku sejarah minang kabau diperpustakaan atau bisa membaca di wikipedia. Sebagian yang saya tulis diatas diambil dari wikepedia.

Minangkabau juga terkenal karena sistem matrilinealnya, yaitu sistem kekerabatan yang mengikuti garis ibu. Dalam pembagian harta warisan menurut adat, harta akan jatuh kepada fihak perempuan, bukan laki-laki. Itulah salah satu alasan kenapa banyak kaum laki-laki minangkabau yang pergi merantau. Dikisahkan kalau perempuan minangkabau di zaman dahulu boleh memasuki ranah politik dan juga bisa menjadi pemimpin. Namun itu dulu, sekarang masyarakat Sumatra Barat tidak ubahnya dengan masyarakat patriarki lain di Indonesia. Tinggal dirumah gadang sudah tidak umum lagi. Rumah tangga dikepalai oleh suami, dan keluarga terdiri dari keluarga inti, bukan lagi extended family. Banyak generasi muda, terutama yang tinggal di daerah perkotaan, atau yang tinggal perantauan yang sudah tidak mengenali adat lagi. Kejayaan Pagaruyung di masa lalu hanya tinggal cerita. Bahkan cerita itupun sekarang sudah tidak dibaca dan terlupakan. Sama halnya dengan anak muda lainnya di Indonesia yang sudah melupakan sejarah bangsanya.

Hal yang tidak berubah mengenai Ranah Minang adalah pemandangan alamnya. Jika anda gemar jalan-jalan dan wisata kuliner maka Sumatra Barat adalah daerah wajib untuk anda kunjungi. Kota padang, yang menjadi Ibu Kota Sumatra Barat merupakan kota yang bersih, rapi dan indah. Seluruh gedung pemerintah memiliki gaya bangunan seperti rumah gadang, dengan atap khasnya. Perpaduan dari bangunan modern dengan warisan tradisi. Sungguh Indah. Namun sayang, banyak bangunan yang rusak paska gempa 2009 kemarin, sehingga jika anda berkunjung ke kota Padang tahun ini, maka anda tidak akan menemukan keindahan sebagai mana yang sudah disaksikan oleh parawisatawan yang berkunjung kesana sebelum terjadinya bencana. Anda dapat mengunjungi gunung padang, yang tak jauh dari jembatan Siti Nurbaya. Dengan trekking pendek, sekitar 40 menit anda akan sampai di puncak gunung Padang, dan anda bisa menyaksikan pemandangan yang memukau dari atas. Anda juga bisa mengunjungi kuburan seorang wanita, yang dikenal sebagai makan Siti Nurbaya. Selama anda trekking, jika anda beruntung, anda bisa menyaksikan monyet bergelantungan di pohon. Aktivitas trekking akan menjadi salah satu aktivitas yang menyenangkan. Selain gunung Padang, anda bisa naik kendaraan umum dari daerah Pasar Raya, menuju ke Pantai Air Manis. Anda pernah mendengar mengenai Malin Kundang? anda bisa menyaksikan bekas kapal yang menjadi bukti bahwa Malin Kundang dan kapalnya telah menjadi batu. Tetapi lagi-lagi, karena bencana alam, anda tidak akan bisa menyaksikannya secara utuh. Pantainya sendiri sangat indah. Anda juga bisa menyebrang ke sebuah pulau kecil, dan dari pulau tersebut anda bisa menyaksikan kapal-kapal berlayar menuju dan dari teluk bayur. Di bibir pantai banyak pedagang kecil yang menjual makanan, sate dan rujak padang, bisa dijadikan salah satu pilihan santapan selagi anda disana. Waktu yang tepat untuk berkunjung adalah ketika cuaca cerah, meskipun suhu agak panas, namun pemandangannya sungguh indah luar biasa.

To be continued

Naga Hijau di Danau Laut Tawar


Saya pernah berjanji kalau saya akan menuliskan informasi mengenai akomodasi atau hal-hal lainnya di tempat yang pernah saya kunjungi.

Kali ini, setelah berusaha mengingat dan membayangkan sebuah danau kecil, udara yang dingin, pemandangan yang luar biasa, dan kopi yang enak, akhirnya tangan saya mulai mengetik, dan saya akan bercerita mengenai tempat itu. Namanya adalah Takengon. Takengon adalah ibukota Aceh Tengah, provinsi Aceh. Takengon terkenal dengan kopi dan danau laut tawarnya. Takengon juga terkenal dengan pacuan kuda, dan selain danau laut tawar juga ada tempat menarik lainnya. Puteri Pukes dan Pantan Terong. Dua tempat terakhir tidak pernah saya kunjungi. Ketika saya ditakengon, saya hanya berkeliling kota, kota kecil yang bisa anda kelilingi dalam waktu setengah hari. Ketika disana saya menginap di sebuah Hotel Renggali, yang pernah menjadi hotel terbagus di Takengon.

Sekarang sudah banyak hotel baru yang bermunculan di Takengon, khususnya di daerah pusat kota. Hotel-hotel yang selain bangunannya baru, mudah akses makanan, biayanya juga lebih murah dari hotel renggali. Saya lupa-lupa ingat harga yang saya bayar ketika saya menginap di hotel Renggali dulu, kalau tidak salah 250,000 rupiah per malam. Harga yang lebih mahal kalau tidak salah juga ada. Keistimewaan di hotel Renggali ini adalah, hotelnya besar, halaman luar dan dalam hotel bersih, ada restoran kecil dimana sarapan pagi disajikan, dari restoran kecil ini anda bisa menyaksikan indahnya danau takengon. Sangat menyenangkan duduk di pagi hari, menyeruput kopi panas, menikmati pagi yang sunyi dan menatap danau yang diselimuti kabut. Menyaksikan kabut beranjak seiring dengan bersinarnya mentari pagi.

Jika anda menginap di hotel Renggali, anda bisa minta ke petugas hotel untuk ditempatkan di kamar dengan pemandangan langsung menghadap ke danau. Anda bisa menyaksikan mata hari terbit dari sini.

Hanya ketika anda sudah memasuki kamar hotel anda, anda akan kecewa. Ketika saya disana, karpet tempat saya menginap sudah rusak, kotor, berwarna pudar, dan kusam. Handuk, meskipun sudah dicuci, namun handuk tersebut sudah usang, bulukan, yang jika saja tidak terpaksa saya tidak mau memakainya. Saya menginap beberapa hari sewaktu disana, dan dimalam terakhir saya, sekitar jam 12 malam, saya asyik membaca buku, tiba-tiba mati lampu. Suasana langsung berubah mencekam. Telinga saya menjadi sangat sensitif dan suara hewan malam membuat saya ketakutan. Hotel besar dan luas tersebut hanya diisi oleh beberapa orang. Sehingga saya langsung tidur dan dibangunkan oleh matahari terbit dari danau. Syukurlah saya tidur nyenyak malam itu.

Danau laut tawar takengon memiliki daya pikat tersendiri.  Danau sunyi dan seakan menyimpan sejuta misteri. Di danau ini dulu pernah diisukan dihuni oleh seekor naga hijau. Naga hijau ini pernah dilihat oleh warga setempat dan katanya beritanya pernah menghiasi surat kabar lokal.  Saya mendengar cerita ini dari supir mobil rental, ketika saya mengkonfirmasi ke sahabat saya yang warga takengon, dia bilang kalau seluruh orang Aceh sangat familiar dengan cerita itu.  Itu seperti cerita yang diturunkan turun temurun.  Dia sebagai penduduk asli tidak pernah melihat, orang tuanya juga tidak pernah melihat, dan seingat dia nenek dan buyutnya juga belum pernah bertemu dengan si Naga hijau.

Karena potensi lahannya, Takengon sudah dimasuki oleh belanda pada awal abad 19an. Disana belanda mengembangkan kopi arabica, beserta fasilitas pengolahannya. Selain bertani kopi, penduduk takengon bertani kayu manis dan cengkeh. Sahabat saya yang berasal dari takengon juga memiliki kebun kopi, kayu manis dan cengkeh. Mereka pernah mengalami masa kejayaannya dimana harga cengkeh dan kayu manis sangat tinggi. Harga kopi juga bagus. Jika anda ke Takengon anda akan terkesima melihat banyaknya rumah bertingkat dan mewah. Petani di takengon secara umum banyak yang kaya. Tetapi sahabat saya meralat statement tersebut, dia bilang kalau dulu kami pernah kaya. Namun sekarang udah tidak lagi. Kayu manis, cengkeh sudah tidak ada harga lagi. Menurut dia, anak-anak dulu beruntung, tidak seperti anak sekarang. Dia bisa disekolahkan oleh orang tuanya ke kota Medan dan memperoleh gelar Sarjana karena hasil ladangnya. Namun sekarang kebun tersebut sudah tidak bisa diandalkan, ditambah dengan usia orangtuanya yang bertambah tua sama halnya seperti tanaman kopi. Untung sahabat saya tersebut udah bekerja dengan gaji yang lumayan, sehingga dia bisa membiayai kuliah dua orang adiknya.Untuk makanan, di Takengon anda tidak perlu khawatir kekurangan makanan. Disini banyak warung makan, khususnya warung padang. Sate padang, nasi goreng, roti dan pisang bakar adalah contoh makanan yang bisa anda temukan pada sore dan malam hari. Saya akan sudahi disini karena saya harus berangkat kerja, lain kali saya sambung lagi.

Foto naga di unduh dari http://www.all4myspace.com/layouts-2.0/dragon-myspace-layouts-2.0/6, dan 2 foto lainnya koleksi pribadi.

Papua dan Misteri-nya


Saya dulu mengenalnya dengan nama Irian Jaya. Tetapi nama tersebut sekarang sudah tidak umum lagi karena sudah berganti menjadi Papua. Generasi saya mungkin masih banyak yang belum familiar dengan nama Papua, dan mereka akan bertambah bingung lagi ketika orang bertanya papua yang mana? Papua Barat atau Papua?

Untuk beberapa pemabaca yang belum tahu, Papua sekarang sudah dipecah menjadi 2 provinsi. Kalau tidak salah pemecahan menjadi dua propoinsi ini terjadi pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid di tahun 2006. Ibukota dari propoinsi Papua adalah Jayapura sedangkan Ibu Kota dari Papua Barat adalah Monokwari. Jangan salah, saya juga baru mengetahui hal ini baru beberapa bulan belakangan.

Saya berencana untuk berkunjung ke Papua Barat pada akhir Juli nanti, oleh karena itu saya berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai Papua. Saya sudah meng-google dalam 2 hari ini namun referensi dalam bahasa Indonesia sangat terbatas. Padahal saya sangat yakin kalau teman-teman dari provinsi lain atau dari pulau jawa banyak yang sudah berkunjung ke pulau Papua, namun kebanyakan cerita tersebut hanya disimpan sendiri tanpa dituliskan. Bisa jadi dikarenakan waktu yang terbatas jadi pengalaman yang menarik tersebut tidak sempat ditulis.

Jujur saya akui kalau ketika mendengar nama Papua bayangan yang langsung muncul dikepala saya adalah Suku Dhani dan Suku Asmat yang masih hidup dengan adat istiadatnya. Menggunakan koteka dan berburu di hutan. Pengetahuan saya ternyata sangat minim. Beberapa orang yang saya kenal yang belum pernah kesana membayangkan kalau Papua adalah daerah yang sangat primitif, dengan suku pedalaman -terbelakang dengan kehidupan seperti di zaman batu dan masyarakatnya yang hidup meramu dan berburu. Saya ingat 6 bulan yang lalu ketika saya bilang saya ingin berkunjung ke Papua tante saya langsung bilang jangan. Dia takut saya terbunuh dengan tombak. Dia bercerita kalau suku asli disana masih suka berperang. Dan mereka tidak mengenal hukum Indonesia karena mereka hanya mengetahui hukum dan aturan yang sudah ditetapkan oleh suku-nya. Masyarakat asli tersebut tidak suka dengan pendatang. Mereka bisa saja menghilangkan nyawa jika mereka tidak suka dengan orang yang ditemui. Begitulah penjelasan tante saya. Saya tentu tidak menerima informasi tersebut. Saya memiliki beberapa teman yang sudah sering bepergian ke Papua. Dari beberapa teman tersebut saya memperoleh cerita lain mengenai Papua. Bagaimana kehidupan masyarakat di pedesaan Papua sangat memprihatinkan. Bagaimana mereka belum tersentuh dengan pembangunan dan mereka harus tinggal dengan infrastruktur yang terbatas. Mereka, seperti halnya penduduk Indonesia lainnya juga merupakan orang yang ramah dan baik hati.

Tante saya tetap bersikeras kalau kehidupan di Papua adalah seperti yang dia jelaskan. Ketika saya tanya kenapa dia sangat yakin dengan penjelasannya itu, dia dengan mantap menjawab kalau dia sering melihat beritanya di televisi. Dia menyaksikan bagaimana segerombolan orang-orang dengan penampilan “primitif” memegang tombak dan panah berperang saling membunuh. Dan dia tidak melihatnya sekali. Dia juga beberapa kali menyaksikan berita kalau orang asing di Papua terbunuh.

Saya yakin kalau banyak orang lain di Indonesia yang juga berfikiran demikian. Tante saya tidak sendirian. Banyak orang meyakini apa yang mereka lihat di TV. Beberapa hari lalu, saya juga bertemu dengan kenalan saya dari Papua. Kenalan saya adalah putra asli Papua, dan dia datang menemui saya bersama dengan kakaknya. Kakaknya sudah lama tinggal di Jakarta. Kurang lebih sudah 20 tahun dan dia tinggal beserta anak dan istrinya. Dia bercerita kalau anak-anak di kompleks dimana dia tinggal suka bertanya mengenai Papua “apakah benar di Papua masih banyak suku primitif yang memakai koteka dan hidup meramu dan berburu?” atau pertanyaan “apakah di Papua suka terjadi perang suku dengan menggunakan tombak?” menurut dia, banyak orang di Jakarta membayangkan kalau seluruh Papua dihuni oleh orang-orang yang “primitif”. Mungkin yang tidak terbelakang hanya pendatang dan orang-orang pemerintahan saja. Dia tidak menyalahkan orang-orang yang berfikiran demikian, karena mereka belum pernah melihat secara langsung. Mereka hanya mengetahuinya dari Media.

Dan selama ini Media hanya mengangkat sisi “gelap” dari Papua. Medialah yang menciptakan image yang demikian. Padahal kata primitif adalah kata yang sangat menyakitkan. Saya jadi teringat kalau 1 minggu lalu saya menonton acara “primitive runaway” di salah satu TV swasta. Waktu itu saya sedang di Bandara Polonia lagi mengukuti pesawat saya yang tertunda beberapa jam. Tayangan tersebut kalau tidak salah menayangkan kehidupan suku asli di pedalaman Jambi. Acara tersebut cukup bagus menurut saya, hanya saja judul acaranya agak menggangu sedikit. Saya sendiri sudah pernah bertemu langsung dengan suku anak rimba di Jambi, dan saya merasa biasa saja. Mereka sama dengan kita, mereka juga manusia.

Balik lagi ke teman kakak saya tadi, dia tidak marah jika orang berfikiran demikian. Masih banyak hal yang musti dibenahi di Papua adalah fakta. Orang-orang papua yang berpendidikan seharusnya lebih aktif lagi mempromosikan sisi lain dari Papua. Misal, Papua memiliki keindahan alam yang luar biasa. Papua memiliki potensi Pariwisata yang besar: laut, hutan tropis, flora dan fauna, gunung, dan banyak lainnya. Mungkin rekan-rekan semua sering mendengar mengenai Raja Ampat. Raja Ampat adalah salah satu tujuan favorit bagi para penyelam dunia. Pesona bawah laut yang luar biasa Indah. Papua juga dikenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya. Disana kita bisa melihat beragam macam burung, sehingga wisata “bird watching” juga menjadi primadona.

Papua belum banyak dijadikan sebagai tujuan wisata bagi wisatawan domestik. Saya yakin hal tersebut bukan dikarenakan “ketakutan” untuk datang ke Papua atau karena “ketidaktahuan” dengan keindahan Papua, tetapi lebih dikarenakan biaya jalan-jalan kesana terbilang mahal bagi orang Indonesia kebanyakan. Sebagai contoh, jika kita hendak ke Papua Barat, kita harus terbang ke Monokwari dulu, dan harga tiket pesawat langsung dengan Merpati untuk sekali jalan adalah sekitar 2 juta. Jika kita berangkat jam 10 malam dari Jakarta kita baru akan sampai jam 8.30 pagi waktu Papua. Sedangkan jika naik Garuda, hanya bisa sampai di Makasar. Setelah Makasar kita harus menyambung lagi dengan Merpati. (Garuda tidak memiliki penerbangan langsung ke Monokwari). Harga tiket pesawat Garuda ke Makasar berkisar 1,7-2 juta, dan dari Makasar ke Monokwari dengan Merpati biayanya adalah sekitar 800 ribu- 1 juta rupiah. Belum jika kita harus menghitung transportasi lokal. Belum jika anda berniat untuk ke Sorong, maka anda harus naik pesawat kecil lagi dengan biaya sekitar 1 jutaan satu kali jalan. Teman saya yang sudah pernah terbang dari Monokwari ke Teluk Bintuni bilang kalau harga tiket pesawat sekali jalan adalah berkisar 900 ribu satu juta. Terbayangkan sekarang kalau jalan-jalan ke Papua itu mahal. To be continued.

Foto diambil dari http://tourismbeauty.blogspot.com/2010_03_01_archive.html dan http://gallerywisatapapua.blogspot.com/2010/04/foto-dani-valey-baliem-wamena-papua.html

Aceh: Pemandangan spektakuler sepanjang Banda Aceh-Pidie


Aceh, banyak hal yang menarik yang bisa ditulis mengenai Aceh. Mulai dari wisata budaya, laut, gunung, hutan dan banyak yang lain yang tidak akan mudah untuk dilupakan.

Mungkin jika anda mendengar tentang aceh maka anda akan langsung teringat dengan sabang. Ya, sabang, adalah ujung barat dari Indonesia. Sabang memiliki pantai dan pemandangan bawah laut yang luar biasa bagus. Di sabang kita bisa mengunjungi kilometer nol yang juga merupakan kawasan hutan nasional. Tetapi kali ini kita tidak akan membahas hal tersebut.

Hal yang akan ditulis ini adalah mengenai pemandangan yang luar biasa yang akan anda temui dalam perjalanan dari banda aceh ke pidie. Saya cukup beruntung ketika saya berkunjung di Aceh dan melakukan perjalanan ke beberapa daerah cuaca di Aceh sangat bersahabat.

Ketika mulai meninggalkan kota Banda Aceh, memasuki kabupaten Aceh besar, mata saya langsung dimanjakan oleh pemandangan alam yang luar biasa indah. Disisi kiri dan kanan terdapat sawah yang baru saja ditanam dengan benih padi oleh bu tani (bapak tani tidak kelihatan). Sebagian padi yang ditanam disisi sawah yang lain sudah mulai besar yang terhampar cantik laksana permadani hijau. Dan tak lupa deretan bukit barisan yang berwarna hijau yang terlihat berkilau terkena cahaya matahari. Sungguh serasa bagaikan melihat lukisan hidup. Hamparan sawah yang dikelilingi oleh bukit barisan benar-benar pemandangan yang indah. Memasuki wilayah jantho masih di Aceh besar, kita akan mendapati banyak sungai jernih yang mengalir tenang. Sungai inilah yang mengairi sawah penduduk di aceh besar.

Memasuki daerah seulawah, saya semakin terkagum dengan pemandangan yang saya lihat. Langit biru yang dihiasi awan putih yang terbentang indah, gunung seulawah, pohon kelapa, pohon pinus, sapi yang sedang makan rumput dipinggir sawah, gubuk-gubuk kecil di pinggir sawah, jalanan beraspal lebar yang baru dibangun, pohon pisang, dan banyak hal menarik lainnya.

Meskipun matahari bersinar cukup terik saya meminta si bapak supir mobil rental yang saya kendarai untuk mematikan AC dan membuka kaca jendela. Angin segar berhembus lembut diwajah saya. Seakan mengerti dengan perasaan takjub saya atas pemandangan yang saya lihat, pak Supir tersebut memperlambat laju mobilnya, dia melaju dengan kecepatan 40 KM per jam. Disebelah kiri jalan saya melihat sekolah kepolisian negara seulawah yang meskipun bangunan sederhana terlihat sangat megah karena berada diatas bukit dengan latar belakang gunung seulawah, pepohonan yang hijau, dan langit biru serta awan yang terbentang indah. Jika anda beruntung tak jauh dari asrama brimob ini kita bisa bertemu dengan monyet atau bahkan dengan gajah. Hanya saja kali ini saya kurang beruntung. Beberapa menit setelah melalui asarama polisi, masih disebelah kiri jalan, anda juga akan melihat komplek bangunan “sekolah tinggi penyuluhan pertanian” komplek yang cukup luas yang dilengkapi dengan lahan percontohan. sepanjang perjalanan anda juga akan menjumpai banyak mesjid meskipun tidak terlalu besar namun model dan desain bangunan terkesan mewah. Saya tidak habis fikir kenapa malah lombok yang dijuluki kota seribu mesjid karena menurut saya julukan tersebut lebih tepat diberikan ke Aceh. Hampir seluruh mesjid yang saya temui bagus dan indah.

Memasuki kota sigli menuju Pidie dan Pidie Jaya, anda juga akan kagum melihat kompleks ruko yang terdapat disepanjang jalan. Bangunan ruko tersebut ada yang bertingkat 3 ada juga yang dua. Arsitektur dari ruko tersebut juga menarik. Ruko tersebut menjual mulai dari kebutuhan rumah tangga, baju, peralatan elektronik, dan tentunya warung kopi dan warung mie Aceh. Tanpa turun dari mobil dan membayar tiket masuk saya sudah merasa sangat terhibur dan berdecak kagum dengan keindahan alam yang saya lihat. Sayang saya bukan penyair sehingga saya tidak dapat melukiskan keindahan yang saya saksikan.